Sabtu, 23 Januari 2016 di kota kembang. Pagi yang cukup dingin dan langit yang mendung cocok untuk menelusuri beberapa icon-icon kota Bandung. Ya benar dimana lagi kalau bukan alun-alun bandung. Disana ada Masjid Raya Bandung dengan rumput sintetisnya sehingga nampak hijau seluas mata memandang, gedung Merdeka, dll. Fokus saya bukan untuk menceritakan tempat-tempat tersebut. Namun, ada satu tempat yang membuat saya rindu untuk datang ke Bandung karena mengingatkan masa kecil saya bersama almarhumah mami (red nenek) dan mama.
Sebuah bangunan atau rumah bergaya Belanda yang tampak mungil dari halaman namun luas setelah kita masuk ke dalamnya. Tak banyak aksesoris mentereng di rumah ini. Sungguh biasa saja. Tempat itu adalah toko selai langganan nenek dan mama saya. Usaha kos-kosan untuk mahasiswa ITB (karena rumah nenek disekitar ITB) yang membuat beliau harus berlangganan di toko selai ini. Dulu anak kost tidak makan sendiri di luar seperti sekarang. Dulu semua disediakan si ibu kost mulai dari sarapan, makan siang, makan malam sampai cuci mencuci. Itu dilakukan agar si anak kost atau mahasiswa fokus menuntut ilmu saja sehingga bisa lulus tepat waktu bonusnya IPK tinggi ataupun malah bisa lulus lebih cepat, asyik ya.
pintu masuk toko selai
masih dipintu masuk NEGRO BRAND
Kali ini ke Bandung saya berkesempatan mengunjungi toko selai ini lagi selain bernostalgia akan masa kecil sekaligus mengenalkannya kepada suami biar suami ikut merasakan atmosfernya. Dulu saya suka ikut mama kalau beliau diminta mami untuk membeli selai sebagai persediaan. Jadi saya ingat betul mulai dari pintu masuk dan masuk ke dalamnya kita akan bertemu dengan meja kasir yang dijaga oleh wanita paruh baya keturunan Tionghoa tapi mungkin itu keturunannya hehe asal tebak. Tanpa banyak bicara si kasir langsung menyuruh karyawannya untuk melayani saya yang kala itu mereka sedang menimbang selai sesuai berat dan dimasukkan ke dalam kantung pelastik bening atau biasa kita kenal plastik kiloan. Jangan membayangkan bahwa kemasannya seperti selai di pasar swalayan yang telah memiliki merek terkenal. Disini semua dikemas secara tradisional. Untuk rasa toko ini cukup banyak menyediakan rasa selai produknya yaitu kacang atau keluarga saya sering menyebutnya pendekas, strawberry, coklat, nanas, blue berry dan buah lobi-lobi. Sedangkan untuk berat atau ukurannya mulai dari 1/4 kg, 1/2 kg dan 1 kg. Untuk berat satu kilo gram sesuai pembelian, artinya ketika ada yang membeli 1kg baru di timbang. Dengan cepat karyawannya melayani pesanan saya. Rasanya ingin borong semua rasa hihihi.
selai strawberry dan coklat berat 1/4
selai nanas, lobi-lobi dll
Negro brand itu nama tokonya tapi saya tidak ingat apakah memang dari dulu namanya itu :). Oh iya untuk lokasi toko selai ini ada di jalan veteran bandung sebelah kanan jalan. Soal rasa tidak berubah sama sekali, saya coba oleskan diroti dan mencoba satu gigitan hmmm rasanya langsung mengingatkan saya waktu kecil ikut mama beli selai ini dan setiap ditanya "mau roti? saya jawab mau terus isi nya pakai pendekas sama strawberry". Saya jadi ingat percakapan beberapa tahun lalu dengan almarhumah mami dan mama, teringat aroma rumah mami dan teringat aroma tubuh khas mama. Ahh Negro Brand apapun itu entah nama toko, nama merek selai atau hanya hiasa pintu yang pasti telah mengembalikan rasa yang dulu. Rasa manisnya kenangan seorang anak kecil yang kini telah dewasa.
ini dia jawara diantara selai-selai lain si selai kacang (pendekas)
kurang lebih seperti ini wujud buah lobi-lobi (sumber google:kompasiana.com)
kurang lebih seperti ini wujud buah lobi-lobi (sumber google:kompasiana.com)
alamatny jelasny dman nih
BalasHapusJl. Veteran bandung
Hapusterima kasih @GummyChewyGT sudah membantu menjawab. Dan maaf untuk @agung sacha saya sudah lama tidak aktif ngeblog :)
Hapus